Penurunan prevalensi stunting dipengaruhi oleh 4 masalah gizi, ialah weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Setelah 4 masalah gizi tersebut teratasi, penurunan prevalensi stunting bakal terjadi.
“Kalau mau menurunkan stunting maka kudu menurunkan masalah gizi sebelumnya ialah weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau kasus keempat masalah gizi tersebut tidak turun, maka stunting bakal susah turunnya,” kata Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi, MPH di Jakarta, Jumat (27/1).
Pencegahan stunting nan lebih tepat kudu dimulai dari hulu ialah sejak masa kehamilan sampai anak umur 2 tahun alias 1000 hari pertama kehidupan. Pada periode setelah lahir nan kudu diutamakan adalah pemantauan pertumbuhan nan dilakukan setiap bulan secara rutin. Dengan demikian dapat diketahui sejak awal andaikan anak mengalami gangguan pertumbuhan.
Dikatakan Dirjen Endang, gangguan pertumbuhan dimulai dengan terjadinya weight faltering alias berat badan tidak naik sesuai standar.
“Anak-anak nan weight faltering andaikan dibiarkan maka bisa menjadi underweight dan bersambung menjadi wasting. Ketiga kondisi tersebut jika terjadi berkepanjangan maka bakal menjadi stunting,” ungkapnya.
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nomor stunting sebesar 2,8 % dibandingkan dengan 2021.
“Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4 % [tahun 2021] menjadi 21,6 %. Jadi turun sebesar 2,8 %.” Ungkap Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira pada kesempatan nan sama
Untuk dapat mencapai sasaran 14 % di tahun 2024 diperlukan penurunan secara rata rata 3,8 % per tahun, lanjut Liza.
Pelaksanaan SSGI dilaksanakan melibatkan beragam stakeholder, mulai dari Setwapres, Bappenas, BPS, Kemendagri, Poltekkes Dinkes Provinsi dan Kabupaten Kota, serta para master dari beragam universitas.
Selain stunting, dalam SSGI juga mengukur tiga status gizi lainnya, ialah balita wasting (penurunan berat badan), underweight (berat badan kurang), dan overweight (berat badan berlebih).
Meski nomor stunting menurun, nomor balita wasting dan underweight mengalami peningkatan. Yakni nomor wasting naik 0.6 % dari 7,1 % pada 2021 menjadi 7,7 % pada 2022
Sementara underweight naik 0,1 % dari 17,0 pada 2021 dan 17,1 % pada 2022. Underweight adalah kondisi saat berat badan anak berada di bawah rentang rata-rata alias normal.
Kemudian pada kasus balita overweight terjadi penurunan 0,3 % dari 3,8 % tahun 2021 menjadi 3,5 % pada 2022.
Terkait nomor stunting, jika dilihat lagi berasas golongan umur, ada dua golongan umur nan sangat signifikan dan krusial untuk dilakukan intervensi. Pertama saat kondisi sebelum kelahiran sebesar 18,5 % di tahun 2022. Kelompok kedua pada usia 6-11 bulan meningkat tajam 1,6 kali menjadi 22,4% di golongan usia 12-23 bulan.
“Di titik pertama (sebelum kelahiran) krusial untuk intervensi di masa kehamilan. Dan intervensi kedua saat bayi mendapatkan MP-ASI setelah masa ASI eksklusif” jelas Liza
Pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Pemerintah bakal beranjak dari pemberian makanan tambahan dengan biskuit menjadi pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal.
“Jadi kita sudah mulai tahun 2022 di 16 kabupaten/kota, lantaran kami mau lihat pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal bisa dilakukan tidak,” ucap Dirjen Endang.
Pemberian makanan tambahan dengan pangan lokal ini disajikan siap santap oleh Posyandu dan dimasak oleh kader dengan menu unik nan memenuhi kebutuhan gizinya baik protein maupun kebutuhan gizi nan lain.
16 kabupaten/kota percontohan itu berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Selatan. Sisanya mulai tahun 2023 diperluas ke 389 kabupaten/kota.
Selain pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal, perihal nan paling krusial adalah pemberian edukasi kepada ibu tentang langkah pemberian makanan nan baik untuk anak. Hal tersebut bermaksud untuk mengejar penurunan nomor stunting hingga 14% di tahun 2024.
Sejumlah aspek nan mempengaruhi adanya penurunan stunting antara lain inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian protein hewani dan konseling gizi.
Ada peningkatan proporsi pada tahun 2022 ialah inisiasi menyusui awal menjadi 60,1% dari nan sebelumnya 47,2% tahun 2021. Anak nan diberi ASI jadi 96,4% tahun 2022 dari nan sebelumnya ASI eksklusif 6 bulan terjadi penurunan dari 48,2 % pada 2021 menjadi 16,7 % pada 2022
Pemberian sumber protein hewani menjadi 69,9% tahun 2022 dari nan sebelumnya 35,5% tahun 2021, dan konseling gizi 32% tahun 2022 dari sebelumnya 21,5% tahun 2021.
Pemerintah mempunyai 11 intervensi spesifik stunting nan difokuskan pada masa sebelum kelahiran dan anak usia 6 sampai 23 bulan.
“Pencegahan stunting jauh lebih efektif dibandingkan pengobatan stunting,” ucap Dirjen Endang.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid