Sumber Kebahagiaan Duniawi

Trending 3 months ago

Memiliki cita-cita untuk masa depan duniawi merupakan fitrah nan dimiliki setiap manusia. Angan untuk mendapatkan rezeki, jodoh, pendidikan, keturunan, kesehatan, dan beragam corak angan untuk kehidupan nan lebih baik dari nan saat ini dijalani adalah perihal nan lumrah diinginkan oleh manusia.

Begitu pula halnya dengan masa lalu. Setiap insan mempunyai masa nan pernah dia jalani, baik dalam suka maupun duka. Dalam perihal masa suka, seperti ketaatan-ketaatan nan pernah dilakukan dan karunia dari Allah nan diperoleh, tentu sah-sah saja jika dikenang guna mengambil ibrah untuk masa sekarang nan dijalani.

Adapun masa duka, baik berupa musibah, cobaan, maupun kemaksiatan nan pernah dilakukan, hendaknya dengan mengenangnya menjadikan seorang hamba senantiasa beristigfar memohon pembebasan dari Allah Ta’ala.

Karunia terbesar di kembali kekhawatiran dan penyesalan

Saudaraku, ketika kita larut dengan kekhawatiran bakal masa depan alias pun penyesalan terhadap masa lalu, maka perihal itu dapat menjadikan kita luput dari mensyukuri dan menyadari beragam karunia Allah Ta’ala nan kita peroleh saat ini.

Lihatlah diri kita dengan miliaran sel otak dan puluhan organ tubuh nan tetap dapat berfaedah dengan baik. Sementara sebagian kerabat kita diberikan ujian oleh Allah Ta’ala dengan diambilnya karunia tersebut. Bukankah ini hidayah nan tak ternilai harganya?

Begitu pula family dan kerabat nan tetap mempedulikan kita tatkala dirundung masalah dan musibah. Mereka hamba-hamba Allah (orang tua, istri, anak, kakak/adik) nan dikirimkan Allah kepada kita untuk membersamai kita, apalagi hingga ajal menjemput.

Sementara, banyak pula dari orang-orang nan kita kenal nan telah kehilangan orang-orang nan dicintainya baik lantaran musibah alam maupun sosial nan memisahkan mereka dari family dan kerabatnya hingga sekarang hidup sendiri, dan merindukan mereka nan dicintainya agar kembali.

Saudaraku, renungkanlah karunia terbesar ini!

Mengkhawatirkan masa depan hanya bakal membikin kita melupakan kenikmatan dan hidayah Allah nan sekarang sedang kita peroleh. Sedangkan, terus menerus menyesali masa lampau (apabila tidak dibarengi dengan tobat) hanya bakal menjadikan kita menyalahkan diri dan melupakan kasih sayang Allah nan Maha Pengampun (Al-Ghafur).

BACA JUGA: Jalan Kebahagiaan Dunia Akhirat

Landasan kebahagiaan

Dalam Islam, kita diajarkan untuk qana’ah. Landasan kebahagiaan adalah qana’ah. Praktik qana’ah dilakukan dengan langkah menerima hidayah dari Allah Ta’ala tanpa memandang apa nan dimiliki oleh orang lain. Sungguh, memperoleh sifat qana’ah merupakan hidayah Allah Ta’ala nan kudu kita gapai dengan senantiasa melakukan ibadah saleh (kabajikan).

مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحࣰا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنࣱ فَلَنُحۡیِیَنَّهُۥ حَیَوٰةࣰ طَیِّبَةࣰۖ

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan saleh, baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka pasti bakal Kami berikan kepadanya kehidupan nan baik.” (QS. An-Nahl: 97)

Maksud kehidupan nan lebih baik (حَیَوٰةࣰ طَیِّبَةࣰۖ) ditafsirkan oleh sebagian ustadz sebagai qana’ah. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

“Pengertian kehidupan nan baik adalah kehidupan nan mengandung semua segi kebahagiaan dari beragam aspeknya. Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan sejumlah ulama, bahwa mereka menafsirkannya dengan pengertian rezeki nan legal lagi baik. Dari Ali ibnu Abu Talib, disebutkan bahwa dia menafsirkannya dengan pengertian al-qana’ah (puas dengan apa nan diberikan kepadanya). Hal nan sama telah dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ikrimah, dan Wahb ibnu Munabbih.”

BACA JUGA: Apakah Aku Benar-Benar Bahagia?

Kunci kehidupan nan baik

Qana’ah dengan apa nan saat ini diperoleh dari hidayah Allah Ta’ala hanya bisa dirasakan oleh orang nan senantiasa melakukan kebaikan saleh. Tentu saja, kebaikan saleh nan dimaksudkan di sini secara garis besar adalah praktik ketaatan dalam menjalankan segala perintah Allah Ta’ala dan menghindari sejauh mungkin dari potensi kemaksiatan dengan meninggalkan segala larangan-Nya.

Maka, sesungguhnya orang-orang nan qana’ah adalah sejatinya orang nan kaya lantaran mereka mensyukuri segala karunia dan hidayah dari Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ليسَ الغِنَى عن كَثْرَةِ العَرَضِ، ولَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“(Hakikat) kekayaan bukanlah pada kekayaan nan banyak, tetapi kekayaan nan sebenarnya adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari no. 6446)

Dua perspektif terhadap nikmat Allah Ta’ala

Disadari alias tidak, banyak manusia nan telah Allah berikan rezeki melimpah berupa harta, jabatan, istri, dan anak, tetapi selalu saja daya negatif nan keluar dari ucapannya seperti keluhan dan persoalan nan dihadapi. Jarang sekali terucap rasa syukur dan mengedepankan pandangan positif dari segala hidayah nan telah dia peroleh.

Ketika mata terbuka dari lelap, nan terbayang hanyalah persoalan duniawi dan segala sisi negatif dari kehidupan nan dia jalani. Padahal, jika saja dia memandang dari perspektif pandang seorang hamba nan qana’ah dengan segala hidayah dari Allah Ta’ala, tentu tiada kata nan terucap, selain syukur dengan memuji Allah atas segala karunia nan telah diberikan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لِرَبِّهِۦ لَكَنُودٌ

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” (QS. Al-’Adiyat: 6)

Sebaliknya, ada pula orang nan diberikan ujian dengan segala kekurangan. Makanan nan dimiliki seadanya, tidak mempunyai kekayaan nan banyak, tidak pula jabatan, family terdekat nan menjauh, dan apalagi organ tubuhnya tidak lengkap, mereka tetap dapat memuji Allah Ta’ala atas segala kenikmatan nan telah mereka peroleh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan jika Anda menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya Anda tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah betul-betul Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18-19)

Urgensi qana’ah dalam kehidupan dunia

Hal ini menandakan bahwa sungguh sifat qana’ah ini sangat krusial untuk kita miliki. Sungguh nikmat kehidupan ini tatkala nan ada dalam pikiran dan terucap dari bibir ini adalah rasa syukur nan terus menerus lantaran nan terlintas dan terlihat hanyalah hidayah dari Ar-Rahman.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

إذا ما كنت ذا قلب قنوع ** فأنت ومالك الدنيا سواء

“Manakala sifat qana’ah senantiasa ada pada dirimu ** Maka engkau dan raja dunia, sama saja.” (Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 10)

Oleh karenanya, dalam perihal urusan duniawi, agar mendapatkan kebahagiaan nan hakiki, hendaklah kita memperhatikan hamba-hamba Allah nan tidak seberuntung kita baik dari sisi ekonomi, keluarga, keturunan, pendidikan, alias pun kesehatan. Niscaya kita bakal mendapati bahwa Allah Ta’ala telah memberikan banyak kelebihan pada diri kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هو أَسفَل مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوقَكُم؛ فهُوَ أَجْدَرُ أَن لا تَزْدَرُوا نعمةَ اللَّه عَلَيْكُمْ

“Lihatlah siapa nan berada di bawah kalian, dan jangan memandang orang nan berada di atas kalian, karena nan demikian lebih patut agar kalian tidak memandang remeh nikmat Allah atas kalian.” (Muttafaqun ‘alaihi dengan lafaz Muslim)

Saudaraku, sumber kebahagiaan duniawi itu adalah qana’ah. Bertakwalah kepada Allah Ta’ala dan pertahankanlah sifat qana’ah. Mudah-mudahan Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita sehingga kita selalu mudah untuk berterima kasih di setiap waktu, dan qana’ah dengan apa nan telah Allah Ta’ala berikan kepada kita. Wallahu a’lam.

BACA JUGA:

  • Solusi Hidup Bahagia
  • Celaka alias Bahagia?

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel: www.muslim.or.id

Source muslim.or.id
muslim.or.id