Sudah Benarkah Tawakal Kita?

Trending 5 months ago

Tawakal mempunyai kedudukan nan sangat tinggi dalam Islam. Bahkan, Allah kaitkan dengan ibadah sebagaimana di dalam firman-Nya,

فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِۗ

“Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.” (QS. Hud: 123)

Allah Ta’ala jadikan tawakal ini sebagai karena untuk mendapatkan kecintaan-Nya. Ia berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“Sungguh, Allah mencintai orang-orang nan bertawakal.” (QS. Al-Imran: 159)

Para rasul adalah orang terdepan dan pemimpin manusia dalam perihal tawakal kepada Allah Ta’ala. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata,

رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَاِلَيْكَ اَنَبْنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ

“Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakal, hanya kepada Engkau kami bertobat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Nabi Syuaib ‘alaihissalam juga pernah berkata,

وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ

“Dan petunjuk nan saya ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya saya bertawakal dan kepada-Nya (pula) saya kembali.” (QS. Hud: 88)

Tawakal adalah kunci utama terwujudnya keinginan, harapan, dan impian. Karena Allah Ta’ala berjanji bakal mencukupi mereka nan bertawakal kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah bakal mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Talaq: 3)

BACA JUGA; Tawakal dalam Setiap Keadaan

Hakikat tawakal nan benar

Lalu, bagaimanakah tawakal nan betul itu?

Hakikat tawakal nan betul adalah dengan menjalankan sebab-sebab nan ada dengan tetap menyandarkan hati kepada Allah Ta’ala. Yakin bahwa segala sesuatu berada di bawah kehendak-Nya. Jika Allah berkehendak, maka bakal Allah wujudkan dan kabulkan. Dan jika Allah tidak berkehendak, maka perihal tersebut tidak bakal terwujud dan tidak bakal dikabulkan.

Mukmin nan benar, tidak bakal memasrahkan urusannya secara total hanya kepada karena saja (bekerja keras dan meyakini bahwa kesuksesannya hanya bisa diraih dengan kerja kerasnya sendiri) tanpa kombinasi tangan Allah Ta’ala.

Mukmin nan betul juga tidak hanya berpangku kepada takdir Allah Ta’ala dan meremehkan upaya serta kerja keras. Mukmin nan betul mempunyai sikap pertengahan dan bijaksana. Ia bakal berupaya menjalani sebab-sebab nan ada, bekerja keras, lampau memasrahkan semua hasilnya kepada Allah Ta’ala.

Allah memerintahkan kita untuk mengambil karena dan menjalani langkah-langkah (sebab) nan ada. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman,

وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ 

“Dan persiapkanlah dengan segala keahlian untuk menghadapi mereka dengan kekuatan nan Anda miliki dan dari pasukan berkuda nan dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka nan Anda tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 60)

Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik teladan dalam perihal menjalankan karena dan bertawakal kepada Allah Ta’ala. Keseimbangan dan sikap pertengahan beliau ini terlihat jelas dalam perjalanan hijrah beliau ke Madinah.

Lihatlah gimana sempurnanya rencana beliau? Bagaimana hati-hatinya beliau hingga keluar untuk menemui Abu Bakar di waktu nan tidak biasa agar manusia tidak melihatnya?

Bahkan, beliau menyewa orang nan mahir dan berilmu di dalam mengetahui peta jalan dan padang pasir untuk membantunya keluar dari kota Makkah, meskipun orang tersebut adalah seorang musyrik. Beliau rencanakan segala sesuatunya dengan jeli dan cerdik.

Semua itu beliau lakukan dengan kondisi percaya bahwa Allah Ta’ala bakal menolongnya dan membantunya!

Bahkan, beliau juga pernah bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَىٰ اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Sekiranya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah dengan tawakal nan sebenar-benarnya, sungguh kalian bakal diberi rezeki (oleh Allah Ta’ala), sebagaimana seekor burung diberi rezeki. Ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344, Ibnu Majah no. 4164 dan Ahmad no. 205)

Burung nan notabene tidak mempunyai logika saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kisahkan pergi di pagi hari dan pulang di sore hari untuk mendapatkan makanan. Lalu, gimana halnya dengan kita nan berakal?! Tentu saja berupaya dan mengambil karena semestinya sudah mengakar kuat pada diri kita.

Salah dan keliru jika ada nan mengira bahwa makna tawakal adalah bertawakal diri total kepada Allah Ta’ala, tanpa perlu berupaya dan mencari karena untuk mencapai tujuan. Ingin sukses dan mempunyai harta, namun nan dia lakukan hanya bermohon kepada Allah tanpa bekerja. Sungguh ini adalah dugaan nan keliru.

BACA JUGA; Salah Paham tentang Memahami Tawakal

Buah manis bertawakal dengan betul

Tawakal nan betul bakal menentramkan jiwa dan menstabilkan keadaan. Dengan rasa tawakal ini pula seorang mukmin bisa berlepas diri dari berjuntai dan mengandalkan orang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

وَمَا رَجَا أَحَدٌ مَخْلًوْقًا أَوْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ إِلَّا خَابَ ظَنُّهُ فِيْهِ

“Tidaklah seseorang itu berambisi kepada makhluk alias menggantungkan dirinya kepadanya, selain dia bakal kecewa kepadanya.” (Al-Fatawa, 10: 257)

Siapa nan memasrahkan seluruh urusannya kepada Allah Ta’ala, maka sungguh dia bakal mendapatkan seluruh keinginannya.

Lihatlah gimana Nabi Zakaria ‘alaihissalam, meskipun dia telah mencapai usia nan sangat tua dan istrinya tervonis mandul, namun Allah berikan kepada mereka anak nan sangat mulia, anak nan kelak bakal menjadi salah satu Nabi utusan Allah Ta’ala.

Lihat juga gimana ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meninggalkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail di lembah tandus nan tidak ada air maupun tumbuhan apapun. Lalu, Allah takdirkan anaknya ini menjadi seorang nabi nan mulia, nabi nan sangat berkhidmat kepada kedua orangtuanya.

Sungguh semua itu, tidak lain lantaran besarnya tawakal mereka kepada Allah Ta’ala. Tingkat keagamaan nan susah dijangkau oleh kita semua di masa sekarang. Imam Fudhail rahimahullah pernah mengatakan,

لَوْ يَئِسْتَ مِنَ الخَلْقِ لَا تُرِيْد مِنْهُمْ شَيْئًا لَأَعْطَاكَ مَوْلَاكَ كُلُّ مَا تُرِيْدُ

“Jika engkau berakhir berambisi dari makhluk dan tidak menginginkan apapun dari mereka, maka Tuhanmu bakal memberikanmu apapun nan engkau inginkan.”

Maka, gantungkanlah keinginanmu hanya kepada Allah Ta’ala, berharaplah kepada-Nya, serahkan seluruh urusanmu kepada-Nya, berhentilah terlalu mengharapkan sesuatu dari makhluk dan jangan berjuntai kepada mereka.

Ketahuilah wahai saudaraku, jika pengharapan dan tawakal kita kepada Allah Ta’ala menguat, dan doa-doa nan kita panjatkan itu penuh dengan ketulusan dan keseriusan; maka sungguh angan kita tak bakal tertolak.

Allah Ta’ala berfirman,

اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗقَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ

“Bukankah Dia (Allah) nan memperkenankan (doa) orang nan dalam kesulitan andaikan dia bermohon kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan Anda (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) nan Anda ingat.” (QS. An-Naml: 62)

Wallahu a’lam bisshawab.

BACA JUGA; Tsalatsatul Ushul (17) : Tawakal

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel: www.muslim.or.id

Referensi:

Kitab “Khutuwaath Ilaa As-Sa’adah.” (Langkah-Langkah Menuju Kebahagiaan) karya Syekh Abdul Muhsin Al-Qasim Hafidhohullah dengan beberapa tambahan dan perubahan.

Source muslim.or.id
muslim.or.id