Sejumlah Penyakit Tropis Ini Harus Diwaspadai

Trending 8 months ago

Jakarta, 30 Januari 2023

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut ada 20 penyakit nan termasuk Penyakit Tropis nan Terabaikan alias Neglected Tropical Diseases (NTDs) NDTs. Namun di Indonesia ada sejumlah penyakit NDTs nan diprioritaskan antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia.

NTDs adalah Penyakit nan disebabkan oleh beragam patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan berasas info Kemenkes RI, sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia merupakan wilayah endemis filariasis. Sebanyak 9.906 kasus kronis filariasis tersebar di beragam provinsi di Indonesia.

“Dari sasaran sebanyak 93, hanya 72 kabupaten/kota nan mencapai eliminasi pada tahun 2021, dan baru ada 33 kabupaten/kota telah mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis,” ujarnya di Jakarta, Senin (30/1).

Prof. Dr. Taniawati Supali, M.Biomed dari FKM UI mengatakan penyakit kaki gajah ini ditularkan oleh larva nan ada di dalam nyamuk. Tahap awal orang terkena filariasis biasanya belum bergejala, tetap normal.

“Ini nan susah untuk pengobatan tapi pasien bilang tetap normal. Gejala awal demam ringan, itu nan menyebabkan mereka tidak sadar, kemudian bengkak, kempes, dan bengkak lagi dan tidak bisa kempes lagi,” ucap Prof. Taniawati.

Untuk penyakit cacingan, di tahun 2021 terdapat 36,97 juta anak nan mendapatkan POPM. Hasil survei pertimbangan pasca pemberian obat cacing dari tahun 2017 hingga tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat 66 kab/kota nan mempunyai prevalensi cacingan di bawah 5%, dan 26 kab/kota nan memiliki  prevalensi cacingan diatas 10%.

Schistosomiasis merupakan penyakit nan endemik di 28 desa di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kementerian Kesehatan, melalui Permenkes Nomor 19 Tahun 2018, menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada tahun 2024.

Peta jalan eradikasi penyakit schistosomiasis 2019-2025 pun telah menjabarkan tahapan menuju eradikasi sesuai dengan rekomendasi WHO, yaitu; pengurangan tingkat kejadian jangkitan pada manusia menjadi nol, pengurangan tingkat kejadian jangkitan pada hewan menjadi nol, dan pengurangan jumlah keong nan terinfeksi menjadi nol.

Sebagai penyakit zoonotik, program pencegahan dan pengendalian schistosomiasis merupakan program yang
memerlukan integrasi dari banyak pemangku kepentingan dalam menjalankan surveilans, pengobatan, pemberantasan keong positif, rekayasa lingkungan, penyediaan sistem sanitasi dan air bersih, serta manajemen penggembalaan ternak.

Sejak tahun 2000 Indonesia dinyatakan telah mencapai status eliminasi kusta dengan nomor prevalensi kusta tingkat nasional sebesar 0,9 per 10.000 penduduk. Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 0,45 kasus per 10.000 masyarakat dan nomor penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100.000 penduduk.

Selama 10 tahun terakhir terlihat tren relatif menurun baik pada Prevalensi Rate (PR) nomor prevalensi maupun angka
penemuan kasus baru kusta alias New Case Detection Rate (NCDR).

Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan kusta menargetkan untuk mencapai eliminasi kusta tingkat provinsi pada tahun 2019 dan tingkat kabupaten/kota pada tahun 2024.

Pada tahun 2021 terdapat 6 Provinsi dan 101 kab/kota belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia, dan 26 provinsi tetap mempunyai nomor abnormal tingkat 2 diatas 1 per 1 juta penduduk.

dr. Sri Linuwih, Sp.KK dari RSCM menjelaskan kusta sebetulnya penyakit kulit dan saraf. Utamanya ke saraf dulu baru ke kulit.

Penyebannya adalah mycobacterium leprae, suatu kuman nan berkerabat dengan kuman mycobacterium tuberculosis.

“Penyakit ini menular tapi mempunyai daya tular nan rendah memerlukan waktu bulanan hingga taunan. nan terkena bisa mulai dari anak mini sampai dewasa, apalagi bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan cuma-cuma di Puskesmas,” ungkap dr. Sri.

Selanjutnya, berasas Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/496/2017 terdapat 79 kab/kota endemis frambusia. Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan bahwa sasaran eradikasi tingkat kabupaten/kota dapat dicapai pada tahun 2024.

Pada tahun 2021, telah dilakukan sertifikasi pada 55 wilayah kabupaten/kota kasus sehingga total kabupaten/kota nan telah mengalamai eradikasi sebanyak 55 kab/kota. Jumlah kasus frambusia nan dilaporkan pada tahun 2021 sebanyak 185 kasus sebagian besar terdapat di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk info lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik

dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid

Source kemkes.go.id
kemkes.go.id