Khotbah pertama
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat nan dimuliakan Allah Ta’ala.
Mengawali khotbah kali ini, khatib beramanat untuk diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keagamaan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan perintah-Nya ataupun dengan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena tidaklah kita semakin mulia, selain dengan bertakwa. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang nan paling mulia di antara Anda di sisi Allah adalah orang nan paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Di antara hak-hak nan ditekankan oleh kepercayaan Islam untuk dijaga adalah kewenangan tetangga, apalagi kewenangan tetangga ini kudu dipenuhi dan dijaga meskipun tetangga tersebut adalah seorang nonmuslim.
Sayangnya, kondisi manusia di masa sekarang mulai dipenuhi oleh bayang-bayang kegelapan. Kehidupan nan lepas dari budi pekerti dan adab nan baik. Masyarakat nan akhirnya sering melupakan hak-hak orang lain nan hidup di sekitarnya.
Padahal jemaah Jumat sekalian, menjaga kewenangan tetangga dan melakukan baik kepada mereka merupakan salah satu kelebihan dan kebaikan Islam di atas kepercayaan lainnya. Banyak sekali ayat-ayat dan hadis-hadis nan menekankan perihal ini. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah Anda mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, kawan sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya nan Anda miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang nan sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
BACA JUGA: Siapakah Tetangga Anda?
Besarnya kedudukan tetangga dalam aliran Islam ini hingga Allah Ta’ala gandengkan wasiat melakukan baik kepada tetangga dengan perintah nan paling agung, ialah menauhidkan Allah Ta’ala dan menjauhkan diri dari menyekutukan-Nya. Sungguh ayat ini merupakan dalil paling jelas nan menunjukkan sungguh tingginya kedudukan tetangga dan besarnya kewenangan mereka.
Wasiat menjaga kewenangan tetangga ini juga disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya nan mulia,
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بالجارِ، حتَّى ظَنَنْتُ أنَّه سَيُوَرِّثُهُ
“Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga saya menduga bahwa dia bakal memberikan warisan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2624)
Jemaah nan dirahmati Allah Ta’ala. Baik dalam bertetangga merupakan salah satu perkara pertama nan didakwahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dahulu kala, ketika kaum muslimin hijrah ke negeri Etiopia, Raja Najasyi membujuk obrolan sahabat Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam obrolan tersebut Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Wahai raja, sesungguhnya sebelum Islam datang, kami merupakan kaum jahiliyyah nan menyembah patung-patung, menyantap bangkai, dan melakukan perbuatan-perbuatan keji. Memutus hubungan silaturahmi, melakukan jelek kepada tetangga, dan apalagi orang nan kuat di antara kami menindas orang nan lemah. Hingga kemudian Allah utus kepada kami seorang Rasul dari kalangan kami, seorang rasul nan kami ketahui nasabnya, kejujurannya, amanahnya, dan kesuciannya. Lalu, kemudian beliau membujuk kami untuk menauhidkan Allah Ta’ala, memerintahkan kami untuk jujur dalam berucap, amanah dalam bertindak, menyambung silaturahmi, dan melakukan baik kepada tetangga.”
Berbuat baik kepada tetangga merupakan wasiat nan diteruskan turun temurun antara satu generasi ke generasi nan berikutnya. Dari era Nabi, para sahabat, hingga generasi tabiin, dan tabiut tabi’in radhiyallahu ‘anhum jami’an.
Di era Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pernah beramanat kepada sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
يَا أَبَا ذَرٍّ ، إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً ، فَأكثِرْ مَاءَهَا ، وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ
“Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah (berikanlah sebagian untuk) tetanggamu.” (HR. Muslim no. 2625)
Para sahabat juga telah mengajarkan kebaikan ini, mereka penuhi hak-hak tetangga mereka meskipun mereka adalah orang-orang nonmuslim. Merekalah generasi nan paling semangat dalam memuliakan tetangga, dalam riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud dikisahkan,
أنَّ عبدَ اللهِ بنَ عمرٍو رضِي اللهُ عنهما ذُبِحت له شاةٌ في أهلِه فلمَّا جاء قال أهدَيْتم لجارِنا اليهوديَّ أهديتم لجارِنا اليهوديَّ سمِعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقولُ مازال جبريلُ يُوصيني بالجارِ حتَّى ظننتُ أنَّه سيُورِّثُه
“Suatu ketika Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhuma pernah disajikan seekor kambing di tengah keluarganya. Saat beliau datang, beliau bertanya, ‘Sudahkah kalian memberikan bingkisan (sajian kambing ini) untuk tetangga Yahudi kita? Sudahkah kalian memberikan bingkisan (sajian kambing ini) untuk tetangga Yahudi kita? Sungguh saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga saya menduga bahwa dia bakal memberikan warisan kepadanya.”” (HR. Abu Dawud no. 5152 dan Tirmidzi no. 1943)
Para salaf saleh pendahulu kita mengetahui dan meyakini bakal sungguh berharganya tetangga nan baik. Mereka tahu bahwa tetangga nan baik lebih berbobot dari kekayaan duniawi dan kenikmatan-kenikmatan lainnya nan ditawarkan oleh kehidupan dunia.
BACA JUGA: Rahasia Rumput Tetangga Lebih Hijau
Lihatlah gimana kisah salah seorang dari mereka, Muhammad bin Jahm rahimahullah saat menawarkan rumahnya untuk dijual seharga seribu dirham.
Ketika orang-orang nan mau membeli rumahnya datang, dia berbicara kepada mereka, “Kita telah sepakat bakal nilai rumahnya. Akan tetapi, berapa nilai nan kalian tawarkan untuk tinggal bertetangga dengan Said bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu?”
(Mereka nan mau membeli rumah tersebut terheran-heran, lalu) dikatakan kepadanya, “Apakah tetangga itu dijual?”
Dia (Muhammad bin Jahm) berkata, “Bagaimana mungkin tidak kujual, sedang beliau adalah tetangga nan jika engkau sedang duduk bersantai, bakal menanyakan kabarmu. Dan jika dia melihatmu, maka bakal menyambutmu dengan hangat. Dan jika engkau sedang pergi, maka dia bakal menjagamu (rumahmu). Dan jika engkau sedang terlihat, maka dia bakal mendatangimu. Dan jika engkau meminta support kepadanya, maka bakal dia penuhi. Dan jika pun engkau tidak memintanya, maka dia nan bakal berinisiatif (membantumu). Dan jika engkau sedang tertimpa sebuah kesulitan, maka dia bakal membantu meringankannya.”
Kemudian buletin ini terdengar oleh sahabat Said bin Al-Ash, hingga dia pun mendatanginya sembari memberikan duit seratus ribu dirham seraya berkata, “Pegang rumahmu dan jangan dijual.”
Sungguh tetangga nan baik adalah sebuah kenikmatan nan sangat besar, kenikmatan nan semestinya senantiasa kita minta kepada Allah Ta’ala, kenikmatan nan semestinya juga kita amalkan dan praktikkan kepada tetangga kita.
أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.
Khotbah kedua
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.
Maasyiral mukminin nan dimuliakan Allah Ta’ala.
Sebuah adab nan mulia tentu bakal membuahkan kemuliaan dan keutamaan. Begitu pula dengan melakukan baik kepada tetangga, tentu saja dia mempunyai beberapa keistimewaan nan sangat mulia.
Ketahuilah wahai jemaah sekalian, melakukan baik kepada tetangga merupakan bagian dari kesempurnaan ketaatan seseorang, lantaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَومِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa nan beragama kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia menyakiti tetangganya. Barangsiapa nan beragama kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47)
Di sabda nan lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa tetangga nan baik merupakan salah satu manusia terbaik di sisi Allah Ta’ala,
خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah nan paling baik terhadap temannya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah nan paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Tirmidzi no. 1944 dan Ahmad no. 6566)
Jemaah nan dimuliakan Allah Ta’ala.
Sesungguhnya di antara buah kebaikan dari perbuatan baik kita kepada tetangga adalah masuknya kita ke dalam surga. Seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Nabiyallah, tunjukkanlah kepadaku suatu ibadah nan andaikan saya menepatinya, saya bakal masuk surga.”
Maka beliau menjawab,
كُنْ مُحْسِنًا
“Jadilah Anda seorang nan baik.”
Laki-laki tersebut bertanya kembali, “Bagaimana langkah mengetahui jika saya ini adalah orang nan baik?”
Nabi pun bersabda,
سَلْ جِيرَانَكَ ، فَإِنْ قَالُوا : إِنَّكَ مُحْسِنٌ فَأَنْتَ مُحْسِنٌ ، وَإِنَّ قَالُوا : إِنَّكَ مُسِيءٌ فَأَنْتَ مُسِيءٌ
“Tanyakanlah kepada tetanggamu, jika mereka berbicara Anda itu seorang nan baik, maka sesungguhnya Anda itu baik. Jikalau mereka berbicara Anda itu seorang nan jelek, maka sesungguhnya Anda itu jelek.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 8278)
Sungguh, tetangga adalah patokan untuk menilai prinsip original diri kita, apakah kita termasuk orang-orang nan baik ataukah tidak.
Oleh lantaran itu, wahai jemaah sekalian.
Marilah kita jaga dan kita lestarikan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini. Marilah kita saling melakukan baik serta tidak mengganggu tetangga kita masing-masing, menjaga hak-hak mereka, menjenguk mereka ketika ada nan sakit, berbagi makanan, ikut melayat saat ada nan meninggal, dan nan lain sebagainya.
Sehingga nantinya jemaah sekalian, saat ajal datang menjemput kita, tidak ada satu pun dari tetangga kita nan merasa terzalimi. Justru sebaliknya, mereka bersaksi bakal kebaikan diri kita kepada mereka selama ini.
Jemaah nan berbahagia.
Ada keistimewaan unik nan Nabi sebutkan tatkala seorang muslim meninggal bumi sedang tetangganya rida dan bersaksi bakal kebaikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما مِن مُسلِمٍ يَموتُ فيَشهَدُ له أربَعةٌ أهلُ أبياتٍ مِن جيرانِه الأَدْنينِ؛ أنَّهم لا يَعلَمونَ إلَّا خَيرًا؛ إلَّا قال اللهُ تَعالى: قد قَبِلتُ عِلْمَكم، وعَفَوتُ عَمَّا لا تَعلَمونَ
“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lampau empat orang tetangga dekatnya bersaksi tentangnya bahwa mereka tidak mengetahui apapun perihal muslim tersebut selain kebaikan, selain Allah Ta’ala berfirman, ‘Sungguh Aku telah menerima apa nan kalian ketahui tentangnya (berupa kebaikan), dan saya mengampuni bagian nan kalian tidak mengetahuinya (keburukan-keburukannya).'” (HR. Ahmad no. 13541, Abu Ya’la no. 3481 dan Ibnu Hibban no. 3026)
Sungguh sebuah keistimewaan besar nan bisa diraih oleh mereka nan bertetangga baik, tidak pernah mengganggu, dan selalu memenuhi hak-hak mereka meskipun mereka bukanlah seorang muslim. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai pribadi beradab mulia, seorang muslim nan baik kepada tetangganya. Semoga Allah Ta’ala berikan kita tetangga nan baik, lantaran itu merupakan salah satu kenikmatan terbesar nan bisa didapatkan oleh seorang hamba. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Wallahu A’lam bisshawab.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
BACA JUGA:
- Akhlak Islami Dalam Bertetangga
- Teks Khotbah Jumat: Tiga Orang nan Doanya Mustajab
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel: www.muslim.or.id