Kelahiran Nabi Hingga Pengasuhan Sang Kakek

Trending 6 months ago

Khutbah Pertama:

الْحَمْدُ للهِ الذِي لا يَبْلُغُ مِدْحَتَهُ الْقَائِلُون، وَلا يُحْصِي نَعْمَاءَهُ الْعَادُّون، وَلا يُؤَدِّي حَقَّهُ الْمُجْتَهِدُون، الْمَعْرُوفُ مِنْ غَيْرِ رُؤْيَة، الْخَالِقُ بِلا حَاجَة، الْمُمِيتُ بِلا مَخَافَة، الْبَاعِثُ بِلا مَشَقَّة، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، الْبَشِيرُ النَّذِيرُ، وَالسِّرَاجُ الْمُنِير، صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى طَرِيقِهِمْ، وَاتَّبَعَ نَهْجَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمَاً كَثِيراً.

    أَمَّا بَعْدُ:

فأوصيكم ونفسي بتقوى الله فهي سبب النجى في الدنيا والأخرة.

Ibadallah,

Membaca perjalanan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di antara langkah paling efektif untuk menambah keimanan. Menambah kecintaan dan keagamaan kepada beliau. Dan dengan terus merenungi kisah perjalanan hidup beliau kita bakal sadar sungguh besar nikmat nan Allah berikan kepada kita dengan diutusnya beliau kepada umat ini.

Ibadallah,

Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sayyidnya anak keturunan Adam di bumi dan akhirat. Kunyah beliau adalah Abul Qasim. Nama-nama beliau adalah Muhammad, Ahmad, al-Mahi nan artinya menghapus. Karena melalui perantara beliau, Allah menghapus kekufuran. Beliau adalah al-‘Aqib nan artinya akhir. Karena tidak ada lagi Nabi setelah beliau. Beliau juga disebut al-Hasyir ialah nan mengumpulkan. Karena di hari hariakhir kelak manusia berkumpul di hadpaan beliau. 

Nama-nama beliau nan lain adalah al-Muqaffa, nabiyurrahmah, nabiyyut taubah, nabiyul malhamah, dan khatamun nabiyyin taka da seorang pun sebelumnya diberi nama Ahmad. Dan orang-orang Arab sebelum kelahiran nabi menamani anak-anak mereka dengan nama Muhammad lantaran mereka mendengar adanya nabi akhir era nan dinamai Muhammad. 

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perbedan pendapat bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di Kota Mekah dan beliau dilahirkan pada tahun gajah.” Dan tidak ada perselisihan juga bahwa hari tersebut adalah hari Senin. Dan pendapat kebanyakan ustadz adalah tanggal 12 Rabiul Awal. Sebagian peneliti mengatakan tanggal 9 Rabiul Awal. Dan ada pendapat lainnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خرجتُ من نكاحٍ ولم أخرجْ من سفاحٍ من لدن آدمَ إلى أن ولدَني أبي وأمي لم يصبْني من سفاحِ الجاهليةِ شيءٌ

“Aku terlahir dari pernikahan sah bukan dari perzinahan. Kondisi tersebut mulai dari (nenek moyangku) Adam hingga ayah dan ibuku. Tidak ada sama sekali perzinahan pada garis keturunanku.” [HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath 4728].

Nabi Muhammad terlahir dalam kondisi menghadap kiblat sembari meletakkan tangannya ke tanah dan mengarahkan pandangannya ke atas. Dan masyhur disampaikan oleh mahir sejarah bahwasanya tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan api kekal nan disembah oleh orang-orang Majusi Persia padam. Singgasana Kisra bergetar. Dan runtuhlah 14 anjungan alias mihrab di istananya. Berhala-berhala di bumi ini berjatuhan. Singgasana Iblis runtuh. Setan-setan dilempari dengan bintang. Mereka tak bisa lagi menguping berita dari langit. 

Kejadian lainnya menjelang kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan oleh Hasan bin Tsabit radhiallahu ‘anhu nan saat itu berada di Madinah, 

وَاللهِ إِنِّيْ لَغُلَامٌ يَفَعَهُ اِبْنُ سَبْعِ سِنِيْنَ أَوْ ثَمَانٍ أَعْقِلُ كُلَّ مَا سَمِعْتُ، إِذْ سِمِعْتُ يَهُوْدِياً يَصْرَخُ بِأَعْلَى صَوْتِهِ عَلَى أَطَمَّةٍ بِيَثْرِبَ: يَا مَعْشَرَ يَهُوْدٍ، حَتَّى إِذَا اجْتَمَعُوْا إِلَيْهِ قَالُوْا لَهُ: وَيْلَكَ مَالَكَ؟ قَالَ: طَلَعَ اللَيْلَةَ نَجْمُ أَحْمَدَ الَّذِيْ وُلِدَ بِهِ

“Demi Allah, saat itu saya adalah anak berumur tujuh alias delapan tahun. Aku mengerti apa nan kudengar. Saat itu kudengar seorang nan Yahudi berteriak sekencang-kencangnya gedung tinggi di Yatsrib (Madinah), ‘Hai orang-orang Yahudi, -saat mereka sudah berkumpul- orang-orang itu berkata, ‘Celaka, apa nan terjadi padamu’? Orang itu berkata, ‘Malam tadi bintang-bintang melesat nan menjadi tanda Ahmad telah dilahirkan’.”

Salah seorang nan tetap mengikuti kepercayaan Nabi Ibrahim di tanah Mekah, ialah Zaid bin Amr bin Nufail berkata, 

قَالَ لِيْ حَبَرٌ مِنْ أَحْبَارِ الشَّامَ: قَدْ خَرَجَ فِي بَلَدِكَ نَبِيٌّ أَوْ هُوَ خَارِجٌ، قَدْ خَرَجَ نَجْمُهُ فَارْجِعْ فَاصْدُقْهُ وَاتَّبِعْهُ

“Seorang rahib Yahudi di Syam berbicara padaku, ‘Sungguh telah datang di negerimu seorang Nabi. Telah terlihat bintangnya. Kembalilah! Imani dan ikutilah dia’!”

Ibadallah,

Setelah dilahirkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disusukan kepada Ummu Aiman. Ia adalah seorang wanita Habasyah budak dari ayahnya, Abdullah. Namun nan pertama kali menyusuinya adalah Tsuwaibah budak dari pamannya, Abu Lahab. Urwah bin Zubair rahimahullah berkata, 

وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ، كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا، فَأَرْضَعَتِ النَّبِيَّ ﷺ ، فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ، قَالَ لَهُ: مَاذَا لَقِيتَ؟ قَالَ أَبُو لَهَبٍ: لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ خَيْراً غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ”[رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ].

“Tsuwaibah adalah budak dari Abu Lahab. Abu Lahab memerdekakannya dan dia menyusui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Abu Lahab meninggal, salah seorang personil keluarganya bermimpi berjumpa dengannya. Ia dalam kondisi buruk. Keluarganya itu bertanya, ‘Apa nan terjadi padamu’? Abu Lahab menjawab, ‘Aku tidak mendapatkan kebaikan setelah wafat meninggalkan kalian. Kecuali saya diberi minum dengan ini lantaran saya telah memerdekakan Tsuwaibah’.” [HR. Al-Bukhari].

Ia mendapat keringan adzab lantaran memuliakan Nabi. Ia berbahagia di kelahiran keponakannya itu dengan memerdekakan seorang budaknya. Ia dibalas bukan lantaran melakukan baik memerdekakan budak, lantaran kesyirikan menghapus kebaikan baik, tapi dia dibalas dengan keringanan lantaran memuliakan keponakannya, Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Merupakan tradisi bangsa Arab kala itu, mereka menyusukan anak-anak mereka kepada wanita-wanita desa. Mereka bayar jasa persusuan tersebut. Mereka jauhkan anak-anak bayi mereka dari kotoran kota dan agar anak-anak mereka bisa belajar bahasa Arab nan fasih. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disusui oleh Halimah binti Abu Dzuaib as-Sa’diyah. Dan banyak terjadi peristiwa-peristiwa menakjubkan saat Nabi Muhammad berbareng Halimah. Di antara kisahnya diceritakan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah.

Halimah bercerita, “Aku datang ke Mekah berbareng sepuluh orang wanita dari Bani Saad bin Bakr. Kami berangkat di musim kemarau. Tanaman-tanaman mengering, hewan-hewan ternak mati, sampai tak sedikit pun ada nan yang tersisa bagi kami. Aku berangkat membawa anak bayiku dan seekor onta nan tua, nan tak lagi mempunyai susu nan bisa diperah. 

Di malam hari, kami tak bisa tidur walaupun sejenak lantaran tangisan anak bayi kami nan kelaparan. Sementara air susuku tak bisa mengeyangkannya dan kami tak mempunyai makanan untuk memenuhi asupannya. Namun, kami tetap berambisi turun hujan dan jalan keluar.

Kami tiba di Mekah. Demi Allah, tak ada seorang wanita pun nan ditawarkan untuk menyusui Muhammad selain mereka menolaknya. Tatkala disebutkan kepada kami dia adalah anak yatim, kami pun meninggalkannya.

Kami mengatakan, ‘Apa nan bisa diberikan ibunya kepada kami. Karena berambisi bayaran dari ayah si anak’. Kemudian, demi Allah semua teman-temanku sudah mempunyai anak susuan Terisa hanya saya saja. Saat rombongan kami sudah berkumpul dan kami bersiap pulang, tidak ada lagi bayi nan tersisa selain Muhammad. 

Aku berbicara pada suamiku, al-Harits, ‘Demi Allah, saya tidak mau kembali ke rombongan dalam keadaan hanya saya saja nan tidak mempunyai anak susuan. Akan kujemput anak yatim itu dan bakal kuasuh dia’. 

Suamiku menanggapi, ‘Tidak mengapa, ambil saja bayi itu. Mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan kepada kita dari dirinya’.

Aku pun pergi menemuinya. Demi Allah, tidaklah saya mengambilnya selain tidak ada lagi pilihan selain dia. Saat saya bawa bayi itu ke kendaraanku kemudian saya letakkan dalam pangkuanku dan saya sodorkan puting susuku, rupanya air susuku sangat deras seperti memang Allah kehendaki untuknya. Padahal, sebelumnya kempes sekaligus kosong,” tutur Halimah.

Ketika suaminya menoleh ke arah unta mereka nan sudah tua dan kurus, dua puting susu si unta juga telah terisi penuh. Dengan terkejut suami Halimah menghampiri untanya, lampau memerah susu itu untuk dia dan istrinya.

“Pagi harinya suamiku berbicara padaku: Tahu tidak wahai Halimah, kau mendapatkan bayi penuh berkah. Kukatakan kepadanya: Demi Allah itulah nan kuharapkan. Selanjutnya, kami meninggalkan Makkah, saya naik menunggangi unta kami nan sudah tua membawa bayi tersebut.

Onta melaju dengan gesit hingga mendahului hewan-hewan tunggangan rombongan kami,” kata Halimah. Sampai teman-temanku mengatakan, “Wahai putri Abu Dzuaib, ini ontamu nan kemarin pergi berbareng kami”? “Iya. Demi Allah, ini ontanya”, jawabku. Mereka menanggapi, “Wah, ada sesuatu nan berbeda.”

Kami pun tiba di perkampungan Bani Saad, kampungku. Dan saya tidak mengetahui ada perkampungan nan lebih kering dibanding kampung kami ini. Namun saat kambing-kambingku dilepas, mereka kembali dalam keadaan perut kenyang dan kami bisa memerah susunya sekehendak kami. Sementara tak satu pun tetangga-tetangga kami nan ontanya mempunyai susu. Dan kambing-kambing mereka kembali dalam kondisi lapar. 

Mereka mencela penggembala mereka dengan mengatakan, “Celaka kalian ini, perhatikan dimana kambing-kambing putri Abu Dzuaib digembalakan. Lalu lepaslah berbareng kambing-kambingnya.”

Kambing-kambing mereka pun digembalakan di tempat nan sama dengan kambingku. Namun kambing mereka tetap pulang dalam keadaan lapar dan kantung susunya kering. Sementara kambingku pulang dalam keadaan kenyang dan kantung susunya bisa kami perah sekehendak kami.

Allah senantiasa menampakkan keberkahan kepada kami sampai tak terasa dua tahun waktu berlalu. Muhammad tumbuh tidak seperti anak lainnya. Demi Allah, tidak sampai dua tahun, dia sudah terlihat besar dan kuat. Lalu kami kembali menemui ibunya dan membujuknya agar tetap ditinggal berbareng kami lantaran keberkahan nan kami rasakan pada dirinya. 

Saat ibunya melihatnya, saya berbicara padanya, “Bolehkah kami merawat anak kami ini hingga satu tahun lagi. Kami cemas dia terkena pandemi di Mekah.” Kami terus bersamanya hingga ibunya berkata, “Silahkan”. Muhammad pun tetap tinggal berbareng kami hingga dua alias tiga bulan berikutnya. Terjadilah suatu peristiwa besar.

Tatkala Muhammad sedang bermain dengan saudara-saudara sepersusuannya di belakang rumah kami, tiba-tiba saudaranya berteriak, “Saudaraku orang Quraisy itu ditangkap oleh dua orang dengan busana putih. Lalu keduanya membaringkannya dan membelah dadanya.” Aku dan ayahnya pun keluar bergegas melihatnya. Kami lihat dia sudah berdiri dengan wajah nan pucat. Lalu ayahnya mendekapnya dan berkata, “Anakku, apa nan terjadi”? Ia menjawab, “Ada dua orang menemuiku. Keduanya mengenakan baju putih. Lalu mereka membaringkanku dan membelah dadaku. Lalu keduanya mengeluarkan sesuatu dari dadaku dan membuang sebagian darinya. Lalu memasukkan kembali bagian nan lain di tempat semula.”

Ayahnya berkata, “Halimah, saya cemas terjadi sesuatu pada anak kita ini. Ayo kita pergi dan mengembalikannya pada keluarganya sebelum terjadi apa nan kita takutkan.” Halimah berkata, “Kami pun membawanya ke ibunya”.

Ibunya berkata, “Mengapa sigap sekali kalian mengembalikannya? Padahal sebelumnya kalian sangat mau mengasuhnya”? Keduanya menjawab, “Demi Allah, Allah membikin kami merasa cukup.” Kami takut terjadi apa-apa pada dirinya sehingga kami kembalikan dia ke keluarganya. “Apa nan terjadi pada kalian berdua? Jujurlah padaku”, kata ibunya. Ia tidak membolehkan kami pergi hingga menceritakan apa nan terjadi. Ia bertanya mengejar kami, “Apakah kalian takut dia diganggu setan? Demi Allah, tidak mungkin setan punya kesempatan atas dirinya. Demi Allah, anakku ini bakal menjadi tokoh besar. 

أَقُولُ قَوْلي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُم فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحيمُ.

Khutbah Kedua:

الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ، وَالصَّلاةُ والسَّلامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِين.  أَمَّا بَعْدُ:

Setelah Halimah memulangkan Muhammad mini kepada ibunya, Aminah binti Wahab, Muhammad pun tinggal berbareng ibu dan kakeknya, Abdul Muttalib. Nabi Muhammad tumbuh dengan pertumbuhan nan baik lantaran Allah hendak memuliakannya. Namun, saat beliau berumur enam tahun, ibunya wafat meninggalkannya. Sang ibu wafat di Desa Abwa antara Mekah dan Madinah. Aminah wafat dalam perjalanan menuju Mekah sepulangnya mereka mengunjungi paman-paman Nabi, Bani Adi bin an-Najjar.

Sepeninggal ibunya, beliau diasuh oleh sang kakek, Abdul Muttalib bin Hasyim. Sang kakek adalah tokoh utama di Mekah. Ia penjamu jamaah haji. Di pengasuhan kakek inilah Nabi Muhammad mulai tumbuh dan diarahkan sebagai seorang laki-laki pembesar dan mulai memegang tanggung jawab. 

Di satu musim haji, sang kakek sibuk menjamu jamaah haji dengan menyediakan minuman untuk mereka. Sementara cucunya dia amanahi untuk mengurusi onta. Namun saat sore tiba, cucunya tak juga kembali. Sang kakek cemas cucunya hilang. Lalu dia thawaf dan focus berdoa. Saat berada di sisi Ka’bah dia angkat tangannya dan berdoa, “Wahai Rabbku, kembalikanlah cucuku Muhammad. Wahai Rabbku, kembalikanlah dia.”

Tak berapa lama, cucunya datang membawa onta-ontanya. Abdul Muttalib berkata, “Cucuku, sungguh kau membuatku sedih. Jangan lagi kau berpisah dariku.” Kakeknya sangat mencintainya. Bahkan dia dudukkan cucunya di tempat kemuliaannya di sisi Ka’bah. Anak-anaknya sendiri saja hanya berani duduk di sekitar tempat tersebut, tidak ada nan berani duduk bersamanya di tempat itu lantaran menghormati ayah mereka, Abdul Muttalib.

Suatu hari, Nabi Muhammad nan berumur tujuh tahunan datang dan duduk di tempat sang kakek. Paman-pamannya mencegahnya, mereka bermaksud mendidiknya untuk menghormati sang kakek. Dan jangan duduk di tempat itu sebelum kakeknya duduk. Abdul Muttalib berkata, “Biarkan dia. Demi Allah, anak ini bakal menjadi seorang tokoh besar.” Kemudian dia duduk berbareng cucunya di tempat tersebut sembari mengusap-usap punggungnya.

Tidaklah dihidangkan makanan kepada Abdul Muttalib selain dia berkata, “Bawa ke sini cucuku.” Kondisi seperti ini terus bersambung hingga sang kakek wafat saat Nabi Muhammad berumur 8 tahun.

Ibadallah,

Demikianlah kisah kelahiran Nabi Muhammad hingga masa pengasuhan kakeknya nan bisa khotib sampaikan dalam kesempatan nan singkat ini. Tanda-tanda kemuliaan sudah muncul sedari beliau lahir hingga dalam pengasuhan kakeknya. Mudah-mudahan dengan kisah ini, Allah menambahkan kecintaan kita kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan memberi taufik kepada kita untuk semangat membaca, mempelajari, dan mengaji riwayat hidup kehidupan beliau.

﴿إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: 56]، وَقَالَ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا» [رَوَاهُ مُسْلِم].

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ 

Ditulis oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KhotbahJumat.com

Print Friendly, PDF & Email

Source khotbahjumat.com
khotbahjumat.com