Fatwa Ulama: Keutamaan dan Macam-Macam Salat Sunah

Trending 4 months ago

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Fadhilatus syaikh, kami mau dijelaskan tentang salat sunah (shalat tathawwu’), baik dari segi keistimewaan maupun macam-macamnya.

Jawaban:

Termasuk rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Allah menjadikan adanya ibadah sunah nan mirip dengan setiap jenis ibadah wajib. Ibadah salat mempunyai salat sunah nan mirip dengan salat wajib. Ibadah amal mempunyai amal sunah (sedekah) nan mirip dengan amal wajib. Ibadah puasa mempunyai puasa sunah nan mirip dengan puasa wajib (puasa Ramadan). Demikian pula ibadah haji. Ini adalah di antara rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-Nya untuk menambah pahala dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan juga untuk menambal kekurangan nan terdapat dalam ibadah wajib. Hal ini lantaran ibadah sunah bakal menyempurnakan ibadah wajib pada hari kiamat.

Di antara ibadah salat sunah adalah salat sunah rawatib nan mengikuti salat wajib. Yaitu, empat rakaat sebelum salat Zuhur dengan dua salam, dilaksanakan setelah masuk waktu salat Zuhur dan tidak boleh dilaksanakan sebelum masuk waktu salat Zuhur; dan dua rakaat setelahnya, sehingga totalnya adalah enam rakaat nan merupakan rawatib untuk salat Zuhur. Adapun salat Asar, tidak mempunyai salat rawatib. Salat Magrib memilki rawatib berupa salat dua rakaat setelah salat Magrib. Kemudian dua rakaat setelah salat Isya. Dan dua rakaat sebelum salat Subuh.

BACA JUGA: Meng-qadha’ Shalat Sunnah Qabliyah Subuh

Khusus berangkaian dengan salat sunah dua rakaat sebelum Subuh, nan lebih utama adalah dikerjakan secara ringan, ialah dengan membaca surah Al-Kafirun di rakaat pertama dan surah Al-Ikhlas di rakaat kedua. Atau dengan membaca,

قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin), ‘Kami beragama kepada Allah dan apa nan diturunkan kepada kami.‘” (QS. Al-Baqarah: 136)

di rakaat pertama, dan membaca ayat,

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ

“Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) nan tidak ada perselisihan antara kami dan kamu.‘” (QS. Ali Imran: 64)

Salat sunah dua rakaat sebelum subuh juga mempunyai keistimewaan lantaran dikerjakan baik dalam kondisi safar ataupun tidak. Salat ini juga mempunyai keistimewaan nan besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Dua rakaat fajar (sebelum salat Subuh) itu lebih baik dari bumi dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)

Termasuk salat sunah adalah salat witir, nan merupakan salat sunah nan paling utama. Sampai-sampai sebagian ustadz mengatakan bahwa hukumnya wajib. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Siapa saja nan meninggalkan salat witir, dia adalah seorang nan jelek, tidak diterima persaksiannya.”

Salat witir ini untuk menutup salat malam. Siapa saja nan cemas tidak bisa bangun di akhir malam, maka hendaknya salat witir sebelum tidur. Dan siapa saja nan mau mendirikan salat di akhir malam, maka hendaknya mendirikan salat witir di akhir malam setelah selesai mendirikan salat malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah akhir dari salat malam kalian sebagai salat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

Paling sedikit adalah satu rakaat, nan paling banyak adalah sebelas rakaat. Dan kesempurnaan nan paling minimal adalah tiga rakaat. Jika mendirikan salat witir tiga rakaat, bisa memilih antara menyambungnya sekaligus dengan satu salam saja, alias salam setelah dua rakaat kemudian mendirikan satu rakaat lagi dan kemudian salam. Jika salat witir lima rakaat, dia menyambungnya sekaligus dengan satu tasyahud dan satu salam. Demikian pula dengan salat witir tujuh rakaat, dia menyambungnya sekaligus dengan satu tasyahud dan satu salam. Jika salat witir sembilan rakaat, maka dia menyambungnya, duduk tasyahud di rakaat ke delapan, kemudian berdiri untuk rakaat kesembilan, dan salam. Sehingga ada dua tasyahud dan satu salam. Jika salat witir sebelas rakaat, maka salam setiap dua rakaat, dan rakaat terakhir hanya satu rakaat.

Jika lupa salat witir alias ketiduran, bisa diganti (diqada) di siang hari, bakal tetapi jumlah rakaatnya genap, bukan ganjil. Jika kebiasaannya adalah salat witir tiga rakaat, maka dia salat witir empat rakaat. Jika kebiasaannya adalah salat witir lima rakaat, maka dia salat witir enam rakaat, dan demikian seterusnya. Terdapat dalam sabda nan sahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika ketiduran alias sakit sehingga tidak bisa bangun malam, beliau salat di siang harinya sebanyak dua belas rakaat. (HR. Muslim no. 746)

BACA JUGA:

  • Jeda (Pemisah) antara Shalat Wajib dengan Shalat Sunnah
  • Haruskah Pindah dari Tempat Shalat Wajib Ketika Akan Shalat Sunnah?

***

@Rumah Kasongan, 19 Jumadil akhir 1444/ 12 Januari 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Diterjemahkan dari kitab Fiqhul ‘Ibadaat, hal. 196-199, pertanyaan no. 109.

Source muslim.or.id
muslim.or.id