Fatwa Ulama: Apakah Perkara yang Mengharuskan Mandi Wajib Juga Dinilai sebagai Pembatal Wudu?

Trending 5 months ago

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Fadhilatus syekh, apakah perkara nan mengharuskan mandi wajib itu juga dinilai sebagai pembatal wudu?

Jawaban:

Yang masyhur menurut para ustadz fikih kami (mazhab Hambali) rahimahullah adalah (kaidah) bahwa semua perkara nan mengharuskan mandi wajib itu juga mewajibkan wudu, selain kematian (kematian menyebabkan jenazah wajib dimandikan). Berdasarkan perihal ini, siapa saja nan mandi wajib lantaran adanya perkara nan mengharuskannya, kudu meniatkan juga untuk wudu. Maka, bisa mandi wajib disertai dengan wudu alias cukup baginya mandi wajib dengan dua niat (niat mandi wajib dan niat wudu, namun tidak berwudu, pent.).

Adapun Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa niat mandi wajib dari hadas besar itu sudah mencukupi dari niat berwudu. Hal ini lantaran Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ

“Hai orang-orang nan beriman, andaikan Anda hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika Anda junub, maka mandilah … “ (QS. Al-Maidah: 6)

sampai akhir ayat.

(Dalam ayat tersebut), Allah Ta’ala tidak menyebut tanggungjawab dalam kondisi junub, selain tathahhur saja (yaitu mandi wajib, pent.), dan tidak menyebut (kewajiban) wudu.

Selain itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga berbicara kepada seorang laki-laki (yang sedang dalam kondisi junub, pent.) ketika memberikannya air,

اذْهَبْ فَأَفْرِغْهُ عَلَيْكَ

“Pergi dan mandilah.”

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak menyebut tanggungjawab wudu kepadanya. Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 344) dalam sebuah sabda nan panjang dari sahabat Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu.

Pendapat Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah inilah nan lebih dekat kepada kebenaran. Yaitu, siapa saja nan mempunyai hadas besar, dan jika beriktikad (mandi wajib untuk menghilangkan) hadas besar, maka perihal itu sudah mencukupi (dari niat untuk menghilangkan) hadas kecil.

Berdasarkan perihal ini, maka hal-hal nan mengharuskan mandi wajib itu berbeda dari pembatal wudu.

BACA JUGA;

  • Setelah Mandi Junub, Apakah Perlu Berwudu Lagi?
  • Hukum Tidur dalam Keadaan Junub

***

@Rumah Kasongan, 24 Jumadil Ula 1444/ 18 Desember 2022

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadaat, hal. 128-129, pertanyaan no. 77.

Source muslim.or.id
muslim.or.id