Buah Manis Dakwah Prioritas

Trending 5 months ago

Dakwah alias panggilan untuk meyakini dan mengamalkan iktikad dan hukum Islam adalah bagian terpenting dari tanggungjawab setiap muslim. Dakwah Islamiyah merupakan praktik penyebaran kepercayaan Islam dan syahadat nan dilakukan dengan langkah nan baik.[1]

Allah Ta’ala berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran nan baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan langkah nan baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah nan lebih mengetahui siapa nan sesat dari jalan-Nya dan Dialah nan lebih mengetahui siapa nan mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Perintah untuk berceramah dalam ayat tersebut merupakan tanggungjawab nan menjadi tanggung jawab setiap muslim sesuai dengan kapasitasnya. Adapun langkah dalam menyampaikan dakwah hendaklah dilakukan dengan kelembutan dan penuh dengan nasihat nan baik, sembari menunjukkan sikap terbaik manakala terjadi penentangan terhadap dakwah tersebut.

Kewajiban berceramah

Sebagai umat terbaik, corak dakwah nan diwajibkan kepada muslimin adalah dengan amar makruf nahi munkar sebagaimana firman Allah Ta’ala,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat nan terbaik nan dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada nan makruf, dan mencegah dari nan munkar, dan beragama kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

Ya, dakwah alias seruan untuk mengerjakan perihal nan makruf dan mencegah dari nan mungkar. Suatu tugas mulia sebagai manifestasi dari ketakwaan di mana takwa merupakan ibadah ketaatan kepada Allah di atas sinar Allah (petunjuk dari Allah -pen.) dengan niat mengharapkan rida Allah, serta meninggalkan kemaksiatan di atas sinar Allah (petunjuk dari Allah -pen.) dengan niat takut bakal balasan Allah.[2]

Kita tahu bahwa sejak era Nabi Nuh ‘alaihissalam, corak kemaksiatan nan paling dimurkai oleh Allah dimulai, ialah mempersekutukan Allah –wal ‘iyadzubillah-. Maka, dari era ke zaman, tugas utama dari setiap rasul nan diutus oleh Allah adalah dalam rangka menyeru manusia untuk kembali ke jalan nan benar, ialah mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala.

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh, selain agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) kepercayaan nan lurus, dan agar mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan nan demikian itulah kepercayaan nan lurus. (QS. Al Bayyinah: 5)

BACA JUGA:  Dakwah Tauhid, Perusak Persatuan?

Tantangan dakwah

Berada di era nan penuh dengan tuduhan ini, tugas kita dalam melaksanakan dakwah tentu saja menghadapi beragam halangan dan rintangan. Sebagaimana nan saat ini kita hadapi, berada di saat toleransi berakidah disalahartikan dengan memaksakan diri untuk menyesuaikan dengan keadaan. Padahal, iktikad nan dipertaruhkan. Ambil contoh ‘toleransi’ nan menjadikan sebagian umat Islam terpedaya tatkala berada di tanggal hari raya selain Islam.

Mereka justru lebih mengedepankan ‘toleransi’ itu daripada mempertahankan iktikad dengan menganggap ucapan (tahniah) atas hari raya selain Islam merupakan perihal nan wajar sebagai corak ‘toleransi’ kepada sesama umat manusia ataupun sesama penduduk negara. Alasan tersebut dikedepankan dengan tanpa ilmu. Sementara dalam hukum kita dilarang untuk melakukannya lantaran dapat merusak dan membatalkan keislaman kita.

Ini salah satu contoh mini dari banyak penyimpangan nan terus-menerus terjadi dalam perjalanan kehidupan berakidah kita. Lantas apa nan semestinya kita lakukan? Apakah maksud tanggungjawab berceramah sebagaimana diterangkan dalam ayat-ayat di atas adalah tanggungjawab untuk menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk kembali ke jalan nan benar? Jika ya, seperti apa jalan nan semestinya kita tempuh?

BACA JUGA: Tidak Berhasil Dakwah Secara Umum, Tanpa Diiringi Dakwah Tauhid

Prioritas dakwah tauhid

Saudaraku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita tentang skala prioritas dalam berdakwah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke negeri Yaman, beliau bersabda,

إِنَّكَ تَقْدُمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ. فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ تَعَالَى

“Sesungguhnya engkau bakal mendatangi satu kaum dari Ahli Kitab. Maka, jadikanlah dakwah pertama nan engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mengesakan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19)

Jelas sekali bahwa dakwah tauhid merupakan perihal nan pokok dan esensial nan menjadi prioritas dalam dakwah Islamiyah ini. Berupaya semaksimal mungkin dalam menyampaikan dakwah untuk mengesakan Allah adalah nan utama untuk kita lakukan. Tetapi jangan lupa, selain menetapkan inti dakwah prioritas (tauhid), kita pun diajarkan untuk menetapkan prioritas para mad’uw (orang nan didakwahi) nan notabene menjadi tanggungjawab kita nan paling utama lantaran tanggung jawab atas dakwah ini bakal dipertanyakan di hari hariakhir kelak.

BACA JUGA: Dakwah Tauhid Memecah Belah Umat?

Prioritas mad’uw

Lalu, siapakah orang nan paling utama untuk kita dakwahi?

Allah Taa’la berfirman,

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِیكُمۡ نَارࣰا

“Wahai orang-orang nan beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Pada kalimat  قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ terdapat mashdar al-wiqayah nan secara bahasa adalah penjagaan dari rasa sakit.[3] Sebagaimana terjemahan dari ayat ini, kita diperintahkan untuk menjaga diri dan family dari rasa sakit panasnya api neraka.

Maka, dakwah terhadap diri sendiri dan family adalah prioritas mad’uw nan kudu kita ketahui. Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya mengatakan,

“Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim: 6). Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah bakal menyelamatkan Anda dari api neraka.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6). Yaitu bertakwalah Anda kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah.”

Bentuk dakwah

Intisari dari penjelasan Tafsir Ibnu Katsir di atas adalah corak wiqayah nan kudu kita lakukan bagi diri dan family dari siksa api neraka. Wiqayah tersebut dilakukan dengan membujuk mereka untuk senantiasa melakukan zikir. Tentu nan dimaksudkan di sini adalah zikir dalam makna nan luas, berupa salat, doa, dan zikir dengan mengingat Allah setiap waktu. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

“Maka, andaikan Anda telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian andaikan Anda telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu (kewajiban) nan ditentukan waktunya atas orang-orang nan beriman.” (QS. An-Nisa’: 102)

Selain itu, mengingatkan diri sendiri dan family untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala juga menjadi bagian dari wiqayah tersebut sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

اتَّقِ اللهَ حيثُما كنتَ ، وأتبِعِ السَّيِّئةَ الحسَنةَ تَمْحُهَا ، وخالِقِ النَّاسَ بخُلُقٍ حَسنٍ

”Bertakwalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala di mana pun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu bakal menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan nan baik.” (HR. Tirmidzi, dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu)

Buah manis

Inilah dakwah prioritas nan paling efektif, ialah dakwah tauhid kepada diri dan keluarga. Karena, bayangkan jika saja semua muslim memahami dakwah prioritas ini, insyaAllah misi dakwah tauhid (yang menjadi pokok kepercayaan mulia ini) bakal lebih mudah terlaksana nan kemudian bakal melahirkan generasi terbaik umat ini sehingga cita-cita untuk menikmati negeri nan diberkahi oleh Allah Ta’ala dapat kita peroleh, insyaAllah.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Jikalau sekiranya masyarakat negeri-negeri beragama dan bertakwa, pastilah Kami bakal melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

Negeri ini bakal diberkahi tentu saja lantaran dipimpin oleh orang-orang saleh nan lahir dari hasil pendidikan dan dakwah islamiyah nan prioritas dan fundamental, ialah tauhid nan darinya keagamaan dan ketakwaan dapat tumbuh subur sebagaimana Allah Ta’ala menjanjikan perihal ini dalam firman-Nya,

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang nan beragama di antara Anda dan mengerjakan amal-amal nan saleh bahwa Dia sungguh-sungguh bakal menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia bakal meneguhkan bagi mereka kepercayaan nan telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia betul-betul bakal menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi kondusif sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa nan (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang nan fasik.” (QS. An-Nur: 55)

Wallahu Ta’ala a’lam

BACA JUGA:

  • Dakwah Khilafah Ataukah Dakwah Tauhid? (4)
  • Dakwah Khilafah Ataukah Dakwah Tauhid? (2)

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel: www.muslim.or.id

[1] Makna “dakwah” secara Istilah dapat dilihat di tautan ini.

[2] Definisi “takwa” dapat dilihat di tautan ini.

[3] Lihat makna Al-Wiqayah di tautan ini.

Source muslim.or.id
muslim.or.id