Bolehkah Seorang Suami Memandikan Jenazah Istrinya?

Trending 4 months ago

Dari ibu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

مَا ضَرَّكِ لَوْ مِتِّ قَبْلِي، فَقُمْتُ عَلَيْكِ، فَغَسَّلْتُكِ، وَكَفَّنْتُكِ، وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ، وَدَفَنْتُكِ

“Tidak ada ancaman sekiranya Anda meninggal sebelumku. Aku bakal mengurusimu, memandikan, mengafani, mensalatkan, dan menguburkanmu.” (HR. Ibnu Majah no. 14 dan Ahmad 43: 81. Dinilai hasan oleh Syekh Albani dan Syekh Syu’aib Al-Arnauth)

Faedah hadis

Hadis ini merupakan dalil bolehnya seorang suami memandikan jenazah istrinya. Pendapat ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama, di antaranya adalah Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad (pendapat nan masyhur dari beliau). Sebagaimana mereka juga beralasan dengan qiyas bolehnya seorang istri memandikan jenazah sang suami.

Sedangkan sejumlah ustadz nan lain beranggapan tidak boleh seorang suami memandikan jenazah istrinya, di antara adalah pendapat Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka berargumentasi bahwa kematian itu telah membatalkan pernikahan di antara keduanya, sehingga tidak boleh lagi memandang dan memegang jenazahnya. Sehingga konsekuensinya, seorang suami tidak boleh memandikan jenazah istrinya.

Pendapat nan paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama, lantaran dalilnya nan kuat.

Adapun bolehnya seorang istri memandikan jenazah suami, perihal ini sebagaimana diriwayatkan dari ibu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

لَمَّا أَرَادُوا غَسْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: وَاللَّهِ مَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ثِيَابِهِ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا، أَمْ نَغْسِلُهُ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ؟ فَلَمَّا اخْتَلَفُوا أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِمُ النَّوْمَ حَتَّى مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا وَذَقْنُهُ فِي صَدْرِهِ، ثُمَّ كَلَّمَهُمْ مُكَلِّمٌ مِنْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ لَا يَدْرُونَ مَنْ هُوَ: أَنْ اغْسِلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ، فَقَامُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَسَلُوهُ وَعَلَيْهِ قَمِيصُهُ، يَصُبُّونَ الْمَاءَ فَوْقَ الْقَمِيصِ وَيُدَلِّكُونَهُ بِالْقَمِيصِ دُونَ أَيْدِيهِمْ ، وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ: لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا غَسَلَهُ إِلَّا نِسَاؤُهُ

Tatkala mereka hendak memandikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka mengatakan, “Demi Allah, kami tidak tahu apakah kita bakal menelanjangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari pakaiannya sebagaimana kita menelanjangi orang-orang nan meninggal di antara kita alias kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya?” Tatkala mereka berselisih, Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorang pun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang nan berbincang dari sisi rumah. Mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata, “Mandikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan memakai pakaiannya.”

BACA JUGA: Fikih Pengurusan Jenazah (5): Tata Cara Menguburkan Mayit

Kemudian mereka bangkit menuju kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya. Mereka menuangkan air dari atas jubah dan memijat-mijatnya dengan jubah bukan dengan tangan mereka. Aisyah berkata, “Seandainya nampak bagiku dulu seperti apa nan nampak sekarang ini, maka tidak ada nan  memandikan beliau, selain para istrinya.” (HR. Abu Dawud no. 3141, dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)

Al-Baihaqi rahimahullah berkata, “Aisyah berambisi untuk memandikan jenazah Nabi. Dan tidaklah beliau berkeinginan, selain atas sesuatu nan hukumnya boleh.” (As-Sunan Al-Kubra, 3: 398)

Juga terdapat riwayat nan sangat banyak nan menunjukkan bahwa istri Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu adalah nan memandikan jenazah Abu Bakr sesuai dengan wasiat beliau. (Lihat Al-Ghusl wal Kafn, hal. 40 karya Syekh Musthafa Al-‘Adawi)

Selain itu, terdapat riwayat nan menunjukkan bahwa Fathimah radhiyallahu ‘anha dimandikan jenazahnya oleh ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu. (Lihat  Al-Irwa’, 3: 162 karya Syekh Al-Albani)

Demikian pula Ibnul Munzir dan Ibnu Abdil Barr rahimahumallah mengutip adanya ijma’ bolehnya seorang istri memandikan jenazah suaminya. (Al-Ijma’, hal. 46 dan Al-Istidzkar, 8: 198) Wallahu Ta’ala a’lam.

BACA JUGA:

  • Fikih Pengurusan Jenazah (4): Persiapan Menguburkan Mayit
  • Fikih Pengurusan Jenazah (3): Mengantarkan Jenazah ke Makam

***

@Rumah Kasongan, 29 Jumadil akhirah 1444/ 22 Januari 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (4: 277-280). Kutipan-kutipan di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.

Source muslim.or.id
muslim.or.id