Begitu Besarnya Perhatian Nabi untuk Anak Kecil

Trending 4 months ago

Sebagian orang tua bersikap seolah-olah setelah mempunyai anak, dia tidak perlu lagi bertanggung jawab dan tidak bakal ditanya perihal kondisi putra-putrinya. Mereka menyangka bahwa tanggungjawab mereka terhadap anak-anaknya hanyalah sebatas mencari nafkah, memberi makan, dan membelikan pakaian, serta kebutuhan mereka.

Ayah nan berangkat kerja awal hari lampau baru pulang kembali ke rumahnya di penghujung hari, hanya untuk kemudian tidur dan istirahat, sedang dia tidak tahu apa-apa perihal kondisi anaknya di hari itu. Jarang membujuk bermain anak-anaknya dan tidak pernah menanyakan apa nan mereka butuhkan. nan lebih parahnya terkadang dia sampai lupa, di kelas berapa sekarang anaknya duduk? Dan seberapa jauh keahlian akademiknya?

Sebagian ibu, berkilah dengan kesetaraan kelamin dan segala macam argumen lainnya, memilih bekerja di luar rumah hingga akhirnya perhatiannya terhadap anak-anaknya menjadi berkurang. Menyerahkan urusan anaknya kepada suster, babysitter, dan pembantu-pembantu di rumahnya. Sungguh sebuah kejadian nan sangat jauh dari aliran Islam.

Di mana peran bapak nan semestinya merawat dan melindungi? Di mana peran ibu nan semestinya mencurahkan segala kasih sayangnya untuk anaknya? Di mana letak tanggung jawab nan besar ini? Sungguh anak adalah amanah berat nan Allah Ta’ala berikan kepada seorang hamba. Amanah nan semestinya dijaga dan disyukuri dengan sebaiknya-baiknya. Apakah mereka lupa terhadap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap orang adalah pemimpin dan bakal diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan bakal diminta pertanggungjawaban perihal rakyat nan dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas personil keluarganya dan bakal ditanya perihal family nan dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan bakal ditanya perihal tanggung jawabnya. Seorang pembantu rumah tangga adalah bekerja memelihara peralatan milik majikannya dan bakal ditanya atas pertanggungjawabannya. Dan Anda sekalian pemimpin dan bakal ditanya atas pertanggungjawabannya.” (HR. Muslim)

Masa mini adalah masa paling krusial dalam proses tumbuh kembang seorang anak. Seharusnya para orang tua berupaya maksimal di dalam mendidik dan mencurahkan kasih sayang mereka kepada anak-anaknya. Di usia tersebut, pikiran dan tabiat anak-anak masihlah lunak dan mudah untuk dibimbing, terutama jika nan mendidik langsung adalah kedua orang tuanya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

ما مِن مَوْلُودٍ إلَّا يُولَدُ علَى الفِطْرَةِ، فأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أوْ يُنَصِّرَانِهِ، أوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak nan lahir, tidaklah dilahirkan selain di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah nan menjadikannya Yahudi, Majusi, alias Nasrani.” (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658)

Nabi kita nan mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah perhatian terhadap anak-anak kecil, memerintahkan kita untuk menyayangi mereka dan mencintai mereka. Beliau bersabda,

لَيْسَ مِنَّا؛ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا

“Bukanlah termasuk golongan kami, orang nan tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Tirmidzi no. 1919)

Kasih sayang beliau dan perhatiannya terhadap anak mini terlukis di banyak sekali hadis-hadis sahih nan sampai kepada kita. Di antaranya:

BACA JUGA: Adab-Adab nan Harus Diperhatikan Saat Menasihati Orang Tua

Lembutnya hati beliau terhadap anak nan tetap menyusu kepada ibunya, meskipun anak tersebut adalah hasil zina

Dalam sebuah sabda disebutkan,

“Lalu datanglah (sahabiyah) Al-Ghamidiyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Hai Rasulullah, sungguh saya telah melakukan zina, maka sucikanlah saya (dari dosa).’ Rasulullah pun mengembalikannya (kepada kaumnya). Pada keesokan harinya dia datang lagi dan berkata, ‘Hai Rasulullah, kenapa Engkau mengembalikanku? Mungkinkah Anda mengembalikanku sebagaimana Engkau mengembalikan Ma’iz? Demi Allah saya telah hamil.’ Rasulullah menjawab, ‘Tidak, pergilah hingga Anda melahirkan.’ Maka, setelah dia (Al-Ghamidiyah) melahirkan, dia datang berbareng seorang bayi nan dia gendong pada sepotong kain dan berkata, ‘Inilah, saya telah melahirkan.’ Rasulullah menjawab, ‘Pergilah, susuilah dia hingga engkau menyapihnya.’ Setelah dia (Al-Ghamidiyah) selesai dari persapihan, dia datang kembali sembari membawa bayi dengan potongan roti dan berkata, ‘Inilah hai Nabi Allah, saya telah menyapihnya, dia sudah bisa makan.’ Maka, Rasulullah menyerahkan bayi itu kepada seorang laki-laki dari kaum muslimin, lampau memerintahkan agar dibuatkan lubang baginya (Al-Ghamidiyah) hingga sebatas dada, lampau menyuruh orang-orang untuk merajamnya (melemparinya menggunakan batu hingga wafat).” (HR. Muslim no. 1695)

Lihatlah gimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunda balasan rajam untuk wanita ini hingga anaknya telah disapih. Sungguh sebuah tindakan nan menunjukkan sungguh perhatian beliau terhadap anak kecil, terutama di umur-umur tersebut mereka sangatlah butuh terhadap ibunya. Sungguh sebuah pelajaran dan adab nan sangat mulia.

BACA JUGA:

Menggendong anak mini dan bersabar menanggung apapun nan diperbuat oleh mereka

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُؤْتَى بِالصِّبْيَانِ، فَيُبَرِّكُ عَلَيْهِمْ، وَيُحَنِّكُهُمْ، فَأُتِيَ بِصَبِيٍّ فَبَالَ عَلَيْهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ بَوْلَهُ، وَلَمْ يَغْسِلْهُ

“Rasulullah pernah diserahi beberapa bayi agar beliau mendoakan mereka dengan keberkahan serta mentahnik (memberi asupan pertama) mereka. Beliau lampau diserahi seorang bayi nan kemudian bayi tersebut mengencinginya, beliau lampau meminta sedikit air kemudian mencipratkan air pada jejak air kencing tersebut tanpa membasuhnya.” (HR. Muslim no. 286)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak marah dan tidak juga jengkel atas apa nan diperbuat bayi tersebut, apalagi ketika beliau kudu membersihkan jejak kencing bayi nan bukan anak beliau sendiri.

Beliau selalu membujuk bermain anak mini dan berlemah lembut kepada mereka

Dari sahabat Mahmud bin Ar-Rabi’ radhiyallahu ‘anhu, dia mengisahkan,

عَقَلْتُ مِنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَجَّةً مَجَّهَا فِي وَجْهِي، وَأَنَا ابْنُ خَمْسِ سِنِينَ مِنْ دَلْوٍ

“Yang saya ingat sekali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah semburan air dari mulutnya ke wajahku, (air tersebut) beliau (semburkan dengan) mengambilnya dari sebuah ember, dan kala itu saya berumur lima tahun.” (HR. Bukhari no. 77)

Para ustadz menafsirkan, semburan nan dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jaraknya jauh lantaran المج , artinya semburan air dari mulut. Dan tidak dikatakan المج , selain jika disamburkan dari jauh.

Di sabda nan lain, sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

رُبَّمَا قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «يَا ذَا الأُذُنَيْنِ» يَعْنِي: يُمَازِحُهُ

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (mencandaiku dengan) memanggilku, ‘Wahai Dzal Udzunain (si pemilik dua daun telinga).’ Abu Usamah (salah satu periwayat hadis) mengatakan, ‘Beliau bermaksud untuk bersenda gurauan dengannya.'” (HR. Tirmidzi no. 3828)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan beragam langkah untuk menggembirakan dan menyenangkan anak kecil, sembari melatih mereka untuk terbiasa berbincang dengan orang nan lebih dewasa.

BACA JUGA: Anak Terlahir dari Orang Tua Kafir, Apakah Uzurnya Diterima?

Beliau senang mengusap kepala anak kecil

Dari sahabat Abdullah bin Hisyam, suatu ketika beliau pernah dibawa ibunya Zainab binti Humaid radhiyallahu ‘anhuma untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ibunya mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ. فَقَالَ: «هُوَ صَغِيرٌ»، فَمَسَحَ رَأْسَهُ، وَدَعَا لَهُ

” ‘Wahai Rasulullah, tolong bai’atlah dia.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Dia tetap kecil!’ Maka, Nabi mengusap kepalanya dan mendoakannya.” (HR. Bukhari no. 7210)

Beliau sering memberikan bingkisan untuk anak kecil

Nabi mencontohkan bahwa di dalam memberikan bingkisan ada pengaruh besar terhadap orang nan menerimanya, terlebih lagi untuk anak mini lantaran merekalah nan paling senang dan antusias jika memandang sebuah hadiah. Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُؤْتَى بِأَوَّلِ الثَّمَرِ، فَيَقُولُ: «اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَفِي ثِمَارِنَا، وَفِي مُدِّنَا، وَفِي صَاعِنَا؛ بَرَكَةً مَعَ بَرَكَةٍ»، ثُمَّ يُعْطِيهِ أَصْغَرَ مَنْ يَحْضُرُهُ مِنَ الوِلْدَانِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasanya diberi buah nan pertama kali keluar, maka beliau pun berdoa, ‘(yang artinya) Ya Allah, berkahilah Madinah kami, pada buah-buahan kami, pada Mudd kami, pada Sha’ kami, dengan keberkahan nan melimpah.’ Baru kemudian beliau memberikannya kepada anak nan paling mini di antara anak nan datang di situ.” (HR. Muslim no. 1373)

Nabi senantiasa mengajarkan anak-anak tentang Al-Qur’an, keimanan, dan tauhid

Begitu banyak sabda hadis nan mengisahkan gimana Nabi mengajarkan kepercayaan Islam kepada anak-anak, apalagi sahabat Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ. فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ القُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْآنَ؛ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا

“Dahulu kala, kami berbareng Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sedang pada saat itu kami merupakan sosok pemuda-pemuda nan mendekati usia balig. Kami belajar ketaatan sebelum mempelajari Al-Qur`an. Kemudian kami mempelajari Al-Qur`an, maka dengan begitu bertambahlah keagamaan kami.” (HR. Ibnu Majah no. 52)

Itulah beberapa contoh tentang gimana sikap dan perhatian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk anak-anak kecil. Sebuah teladan nan semestinya dicontoh oleh setiap orang tua nan sedang membesarkan anaknya.

Saat orang tua betul-betul totalitas di dalam mendidik dan memperhatikan anak-anaknya, di situlah keberkahan bakal muncul dan bersemai. Manisnya keberkahan itu insyaAllah bakal dirasakan oleh orang tua, baik di kehidupan bumi mereka, maupun setelah meninggalnya keduanya.

Semoga Allah Ta’ala memberikan keistikamahan kepada setiap orang tua nan sedang mendidik anaknya, memberikan kesabaran di dalam menghadapi tingkah laku mereka sehari-hari. Amin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu Ta’ala a’lam bisshawab.

BACA JUGA:

  • Fatwa: Seputar Pemberian Orang Tua kepada Anak
  • Yatim Piatu lantaran Orang Tuanya Sangat Sibuk, Tidak Peduli Anaknya

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel: www.muslim.or.id

Source muslim.or.id
muslim.or.id